PHOBIA
Malam
itu terulang kembali............
Luka itu muncul kembali, aku dan kamu saling menitipkan pesan, pesannnya sama. Kita tidak bisa seperti ini terus, kita tidak bisa menjalani hubungan seperti ini, lalu pertanyaannya seperti ini “jadi habis ini bagaimana?” itu terus yang dia ucapkan, aku bingung harus jawab apa, sedangkan aku tidak pernah mengharap apa-apa. Yang membingungkan tentang dia yaitu hal yang dia pertanyakan sendiri itu menuai kebingungan baru, dia pengen satu hal tapi sadar bahwa itu tidak bisa ia lakukan (anggaplah seperti itu) seperti yang ia katakan pertama kali kepadaku (kira-kira 2 tahun lalu) “saya tidak tahu saya punya perasaan apa ke kamu, tapi bagiku ini cinta seperti yang dibilang orang-orang, dan tanggapan orang sekitar tentang kita yang sedikit mengusik saya bahwa kita ini apa, ada hubungan apa, makanya saya mau memperjelas itu. Apa kamu punya perasaan sama seperti saya, atau gimana perasaanmu terhadap saya ?” itu hal yang ia pertanyakan terhadapku. Sama halnya malam ini aku yang tidak tau apa-apa, langsung kaget dan bertanya kembali, ini maksudnya apa dan kamu maunya apa?
Aku
kembali teringat kejadian beberapa tahun lalu, kenapa harus mempertanyakan ini
lagi, toh semua sudah jelas, aku ini
siapa? Dan kamu ini siapa, dan kita harus bagaimana? Kenapa kejadian seperti
ini harus terulang kembali. Bertahun-tahun aku ingin melupakan hal tersebut
tapi sulit, dan kamu memunculkannya kembali, itu membuat aku syok, nafasku
mulai sesak, dengan kata-kata apa yang akan aku keluarkan, akhirnya “kamu maunya apa? aku bingung, entah apa
yang kamu pertanyakan?” , dengan serius tatapannya begitu tajam hingga
menusuk jantungku dan seakan-akan membuat aku spontan untuk mengalihkan mata
itu, “tentang kita ini, kedekatan kita
ini harus diapain? Hubungan yang gak jelas ini seakan-akan menyiksaku, kita
harus bagaimana, haruskah membangun hubungan yang disandari status seperti
orang-orang kasamaran pada umumnya, hubungan pacaran atau entahlah namanya itu?
Sedangkan posisi saya ini, dalam ketakutan, status seperti itu tidak meyakinkan
saya, saya ragu-ragu, saya takut janji-janji yang nanti saya umbar tak bisa
saya tepati dan saya tidak bisa menjamin akhirnya nanti seperti apa?”. Tuh
kan hal yang bener-bener aku takutkan terjadi pada akhirnya, aku termeung,
hanya tawa yang bisa aku beri, aku bener-bener mati kutu, aku harus bagaimana
ya Allah?. Dengan perlahan aku menunduk dan memulai untuk berkata-kata, “jalan Allah udah pasti, dan kita tidak
ditakdirkan untuk bersama, dan aku rasa permasalahan ini sudah kelar dari
bertahun-tahun lalu, kita memilih untuk saling pergi, saling melupakan dan
membawa luka dengan diam” bukankah
seperti itu?. Dan aku ingat betul kamu memaparkan segala prinsip yang kamu
pegang teguh dan komitmen yang mau kamu bangun. “saya tidak mau pacaran” yah
aku paham, lalu...? tapi...........
Coba
diinget-inget....jadi kalau aku mau inget-inget lebih dalam lagi, semua ini
salah dia, salah dia pokoknya yang membuat aku terjebak diperasaan yang sekian
lama sudah tak lagi aku rasakan, perasaan lama yang tak mau aku jalani lagi,
sudah cukup!! Aku terjebak diantara permasalahan hanya karena sebuah perasaan
konyol. Jadinya aku menanggapi tanggapannya itu dengan kekonyolan pula, awalnya
memang biasa saja, tapi setelah aku pikir-pikir... hmm aku ini apa yah?, aku
ini sayang ngga sih, aku ini cinta ngga’ sih ? (hahah tidak mungkin). Awalnya
gitu, sepertinya karena, kata filsafat yang kita gunakan bahwasanya materi itu
selalu berkembang, dan didukung dengan impresi-impresi akibat praktek-praktek yang
kita lalui makanya muncul-lah perubahan perasaan baru menuju hal yang lebih
logis -> perasaan “sayang” oke
aku akui aku sayang sama dia (udah itu aja). Dan yang bertanggung jawab atas
perasaan ini siapa coba? Eh tentang filsafat itu, dia yang ngajarin kok J.
Jadi
seperti itu, kisah yang telah berlalu, dan pada akhirnya, yah gini “kita seperti orang biasanya, jalani
sebagaimana mestinya”. Pada akhirnya itu memang jalannya, dari awal-kan aku
udah bilang, aku fatmasari, sari alias sally, memang menaruh perasaan
terhadapnya, tapi tak sedikitpun aku mau membangun hubungan apapun dengan-Nya, orang
ngga’ tau akhirnya nanti seperti apa loh, ngga’ usah nunggu akhirnya, aku sudah
tau, emang kita tak begini seharusnya, perasaan ini memang harus hilang pada
awalnya, ketakutanku lebih besar dengan menunggu indah itu pada waktunya. Sejak
saat itu, kita pergi dengan damai, tapi hatiku remuk, aku takut tak bisa melihatmu
lagi seperti biasanya, aku takut tak bisa bercanda lagi denganmu, dan aku
takut..... :(
. dari saat itu kau mulai menjauh, kau mulai tinggalkan aku, cuekmu ituloh.
Dari kisah itu, aku bener-bener takut, begitupun dengan malam ini, aku takut
kau bersikap sama.
Serasa berabad-abad aku mencoba menghilangkan rasa itu, “wah..ini ngga bener, kamu bukan orang seperti ini sari, ayo Rise-up” , Sulit ? banget, Sakit ya? Iya, Capek ? ehemm.....taukan betapa ngga’ mudahnya ternyata, ngga’ semudah membalikkan telapak tangan, ngga’ semudah omong-omongan (apa omong?), ngga’ semudah yang aku pikirkan. Aku sempat berfikir untuk menghilang, tapi ngga’ bisa, aku mencoba jalan lain, kesibukan akan hal lain perlahan membuat perasaan itu memudar. Akhirnya aku bebas dalam beberapa jangka waktu. :)
Tiba-tiba kamu membawa luka lama itu, ya Allah cobaan apa lagi ini,? Ternyata kisah haru itu belum berakhir, tafsiran-ku berbeda, ini tidak sesuai dengan ekspektasi. Aku harus bagaimana lagi ? hatiku benar-benar hancur, jadi aku harus gigit jari gitu? Bayangkan (bayangin sek) bertahun-tahun ku coba, tapi tak bisa, sedalam yang bisa jiwaku capai, sejauh yang bisa ku raih...aku sayang kamu. Aku benci diriku sampai tak bisa bernapas, aku benci diriku karena tak bisa membencimu dan melupakanmu, aku benci diriku ! ku berlari dan terus berlari, hingga rasa ini pergi...apa yang harus kulakukan untuk melupakanmu? Aku baru berpikir sejak awal aku harus pergi, aku tidak boleh membiarkan perasaanku berkembang...dan aku tidak boleh memperhatikannya. Aku kira debaran dalam hatiku akan menghilang seiring berjalannya waktu, aku memikirkannya sekian lama, kupikir akan mudah melepaskannya. Tapi aku keliru dan itu hanya alasan bagiku agar tetap disisinya. dalam kekeliruan dan alasan bodoh itu...aku merasakan kebahagiaan, meskipun kebahagiaan itu palsu, aku kira bisa menahannya sampai itu menjadi kenyataan. Aku kira jika aku menahannya lebih lama, mimpi itu akan jadi kenyataan. Tapi bagaimana pun aku menutup mata dan telinga dan sekeras apapun aku melawannya. Kenyataan itu tetap berdiri ditempatnya. Duh sedang yang sudah dilewati tak semua dapat diketahui.
Hingga suatu saat nanti, jika aku benar-benar menemukan jawaban atas problem ini, aku akan kembali dan tersenyum padamu, seperti pertama kali kau mau mengenalku. Sampai detik ini hanya perasaan “sayang” yang bisaku ungkapkan, aku sayang kamu tapi aku tak bisa mendeskripsikan itu, aku ngga’ bisa menentukan rasa sayangku ini sebagai apa ke kamu, yang aku tahu aku sayang kamu. Jangan tanyakan kenapa aku bisa sesayang ini, jangan tanyakan ! yang kutau aku ngga bisa jauh darimu, yang kutau bayang-banyangmu selalu ada dipikiranku dan yang kutau aku menyayangimu lebih dari yang kau tau. Dan bagiku rasa sayang itu mungkin kualitasnya lebih besar dari apa yang aku miliki dibandingkan kamu. Aku tahu itu, dan aku sadar akan banyak hal, mungkin kamu bisa saja dengan mudahnya menghilangkan dan melupakan kenangan itu (karena ada kenangan yang harus dihargai), karena aku tau betul seorang perempuan diluar sana banyak yang lebih baik dari aku ini . Oleh karena itu,
Bismillahirahmanirahim...dengan izin Allah aku memilih untuk....
Untuk
benar-benar melupakan semuanya, tentang rasa ini, rasa yang pernah ada, ataupun
rasa yang akan datang, pokoknya aku udah ngga’ mau tau...aku begitu capek, jadi
mungkin ini udah puncaknya, jalan yang kita pilih, aku takut itu menentang
Jalan yang telah dipilihkan Allah pada awalnya, makanya aku lebih baik berhenti
sejenak dan memilih jalan yang sebenarnya, karena sebaik-baiknya rencana ialah
rancangan Allah, jadi yakinlah bahwa ini sudah pilihan Allah dan...
Aku bukanlah untukmu, meskipun aku memohon dan meminta hatimu...jadi kumohon jangan pernah untuk mengabulkan itu, karena dalam lubuk hati yang paling dalam pun tak ingin kamu terjerumus dijalan yang salah, tak ada niatan untuk sedetik saja menyakitimu, jadi lebih baik begini saja. MAAFKAN ATAS KEKHILAFAN selama ini, dan aku benar-benar minta maaf L. Thanks ;)
Malam sabtu, 21
juli 2017_s..y
Komentar
Posting Komentar